Sejarah Singkat Ilmu Nahwu

SEJARAH ILMU NAHWU

Assalamu'alaikum wr. wb. 
Apa kabarnya hari ini?
Saya do'akan semoga semuanya senantiasa berada dalam perlindungan Tuhan Yang Maha Kuasa dan hari-harinya penuh dengan keceriaan....
Sejarah Singkat Ilmu Nahwu

Sejarah Singkat Ilmu Nahwu,- Sebagaimana yang diceritakan oleh Al-Mubarrad: Al-Mazini berkata kepadaku: Ilmu Nahwu berawal ketika Abul Aswad Ad-Duwali datang kerumah putrinya di Bashrah. Pada saat itu puterinya mengatakan يَا أَبَتِ مَا اَشَدُّ الْحَرِّ, dengan membaca Rofa’ pada lafadz اَشَدُّ dan membaca jar pada lafazh الْحَرّ , yang secara kaidah yang benar مَا nya dianggap sebagai Istifham (kata tanya) yang artinya: “Wahai Ayahku! Kenapa sangat panas? Spontan saja Abul Aswad menjawap شَهْرُنَا هَذَا (memang sedang musim panas). 
Mendengar jawapan Ayahnya, puterinya langsung berkata: “Wahai Ayah, saya tidak bertanya tentang panasnya musim ini, tetapi saya memberitahumu atas bahwa sangat panas musim ini (yang seharusnya menggunakan Ta’ajub/kekaguman diucapkan مَا اَشَدَّ الْحَرَّ , dengan membaca nashab pada اَشَدَّ karena menjadi fi'il madli/kata kerja bentuk lampau, dan kata الْحَرَّ pun dibaca fathah/nashab karena sebagai maf'ul bih/objek ). 
Sejak peristiwa itu, Abul Aswad datang kepada Amirul Mu’minin Khalifah Sayyidina ‘Ali, sambil berkata “Wahai Amirul Mukminin, bahasa kita telah bercampur dengan yang lain”, sambil menceritakan kejadian antara dia dan puterinya, maka berilah saya petunjuk. Kemudian Amirul Mu’minin membacakan:
اَلْكَلاَمُ كُلُّهُ لاَيَخْرُجُ عَنِ اسْمٍ وَفِعْلٍ وَحَرْفٍ. انحُ عَلَى هَذَا النَّحْوِ
“Kalam itu tidak boleh lepas dari kalimat Isim (Nomina/Kata Benda), Fi’il (Verba/Kata Kerja), dan Huruf (Preposisi/Kata Depan). Maka buatlah sesuai pola ini”.
Kisah lainnya, suatu hari Abul Aswad ad-Duwali melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia mendengar sang qari membaca surat at-Taubah ayat 3 dengan ucapan, (أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ), dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya dhommah. Artinya “…Sesungguhnya Allah terlepas dari orang-orang musyrik dan rasulnya...” Hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan. Seharusnya ayat tersebut adalah, (أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُوْلُهُ) “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya terlepas dari orang-orang musyrik.”
Karena mendengar ini, Abul Aswad ad-Duwali menjadi khawatir keindahan Bahasa Arab rusak dan kehebatannya menjadi hilang, padahal peristiwa ini terjadi di awal Daulah Islam. Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga beliau memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (gabungan kata), kalimat ta’ajjub (ungkapan kekaguman), Istifham (kata tanya) dan selainnya, kemudian Ali bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad ad-Duwali, (اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ) “buatlah seperti pola ini”. Dari kalimat inilah, ilmu Tata Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu.
Kemudian Abul Aswad ad-Duwali melaksanakan perintah Amiirul Mukminiin dan menambah kaidah tersebut dengan bab yang lainnya. Dialah pula orang yang pertama kali meletakkan tanda baca (titik dll) pada huruf. Kemudian, dari Abul Aswad ad-Duwali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al-Khalil al-Farahidi al-Bashri (pencetus ilmu ‘Arudl dan penulis Mu’jam/Kamus pertama), sampai ke Sibawaih dan Kisa'i.
Al-Jahizh menyebutkan: “Abu Al-Aswad adalah tokoh dalam tingkat sosial manusia. Dia merupakan sebagian kalangan ahli fiqih, penyair, ahli hadits, orang mulia, kesatria berkuda, pemimpin, orang cerdas, ahli nahwu, pendukung Ali, sekaligus orang bakhil. Dia botak bagian depan kepalanya.”
Penemu Ilmu Nahwu
Mengenai tokoh yang disebut sebagai pencetus Ilmu Nahwu, ada perbedaan pendapat. Sebagian ahli mengatakan: peletak dasar Ilmu Nahwu adalah Abul Aswad ad-Duwali. Sebagian yang lain mengatakan, Nashr bin 'Ashim. Ada juga yang mengatakan, Abdurrahman bin Hurmus. Namun, dari perbedaan-perbedaan itu pendapat yang paling diakui oleh mayoritas ahli sejarah adalah Abul Aswad. Pendukung pendapat ini antara lain Ibnu Qutaibah (wafat 272 H), al-Mubarrad (wafat 285 H), as-Sairafi (wafat 368 H), Ar-Raghib al-Ashfahaniy (502 H), dan as-Suyuthi (wafat 911 H), sedangkan dari golongan ahli nahwu kontemporer antara lain Kamal Ibrahim, Musthofa as-Saqa, dan Ali an-Najdiy Nashif. Penokohan Abul Aswad ini didasarkan atas jasa-jasanya yang fundamental dalam membidani lahirnya Ilmu Nahwu.
Para ulama hampir bersepakat bahwa penyusun ilmu nahwu pertama adalah Abul Aswad ad-Duwali (67 H) dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Amirul Mu’minin Khalifah ‘Ali Rhadiyallahu ‘anhu.
Demikianlah sejarah singkat ilmu nahwu. mohon maaf atas segala kekurangan. 
Terima kasih atas kunjungan Anda
جَزَاكم الله أحسن الجزاء

4 komentar

Assalamu'alaikum wrwb,
Amat bermanfaat tulisan disini. Mohon izin utk unduh dan kongsi dgn teman2.

Allah jua pembalas sumbangan tuan.

masyaallah ... semoga adminnya dilapangkan rezekinya.

Aamiin yaa rabb

Silakan sebarkan kak kalau bermanfaat..

alhamdulillah, sangat bermanfaat untuk menambah pemahaman dalam al quran