Pengertian Maf'ul Ma'ah, Syarat dan Contoh Maf'ul Ma'ah Dalam Al-Qur'an
Assalamu'alaikum wr.
Segala puji hanya mulik Allah sang penguasa alam, shalawat-salam semoga terlimpah-curah kepada baginda Nabi Muhammad SAW
Pembahasan isim-isim yang dinashabkan selanjutnya adalah maf'ul ma'ah. Apa itu maf'ul ma'ah?, apa saja syarat yang harus dipenuhi agar suatu kata bisa dikatakan maf'ul ma'ah?, dan adakah contoh maf'ul ma'ah dalam al-Quran?
Mari kita bahas secara berurutan:
Pengertian Maf'ul Ma'ah
Ash-Shonhaji dalam al-Ajurumiyah mendefinisikan maf'ul ma'ah dengan:
ُالاِسْمُ الْمَنْصُوْبُ الَّذِي يُذْكَرُ لِبَيَانِ مَنْ فُعِلَ مَعَهُ الْفِعْل
"Isim nashab yang disebutkan untuk menjelaskan orang yang menyertai terlaksananya pekerjaan"
Jika disederhanakan, maf'ul ma'ah artinya isim nashab yang menyertai pelaku dalam melaksanakan sebuah perbuatan atau maf'ul ma'ah artinya kebesertaan.
Dari definisi tersebut, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan agar suatu kata bisa disebut maf'ul ma'ah
Syarat Maf'ul Ma'ah
Syarat maf'ul ma'ah seperti disebutkan dalam definisi di atas adalah sebagai berikut:
a. berupa isim
b. beri'rob nashab
c. berfungsi menyebutkan kebesertaan
Contoh:
َجَاءَ الأمِيْرُ وَالْجَيْش
" Pemimpin beserta bala tentara telah datang"
atau contoh:
ََاِسْتَوَى الْمَاءُ وَالْخَشْبَة
"Air beserta kayu telah rata"
Lafadz الْجَيْش adalah maf'ul ma'ah yang menyertai kedatangan pemimpin. Demikian pula kata الخشْبَة yang menyertai kemerataan air. Kedua kata tersebut adalah isim nashab yang bermakna 'kebesertaan'. Maka kedua kata tersebut telah memenuhi syarat disebut maf'ul ma'ah.
Apa ada syarat lain untuk maf'ul ma'ah?
Dalam kitab jaamiu ad-duruus al-'aroobiyyah, al-Ghulaayainiy merinci syarat-syarat maf'ul ma'ah. Sebagai berikut:
a. Isim yang menjadi maf'ul ma'ah harus berupa fadlah (bukan pokok kalimat).
Artinya, kalimat yang ada sebelum wawu bermakna مَعَ (selanjutnya disebut wawu ma'iyah) tetap bisa difahami meskipun tidak ada maf'ul ma'ah tersebut. Sedangkan jika kalimat setelah wawu termasuk umdah (pokok kalimat), maka wawu tersebut tidak boleh dianggap sebagai wawu ma'iyah tetapi wawu 'athaf. Hal ini seperti contoh:
اِشْتَرَكَ سَعِيْدٌ وَ خَلِيْلٌ
"Sa'id dan Kholil berserikat"
Kenapa dalam kalimat tersebut kata setelah wawu (خَلِيْل) tidak bisa dinashabkan sebagai maf'ul ma'ah?
Sebab, yang namanya berserikat harus terdiri dari sekurang-kurangnya dua orang. Sedangkan jika dianggap wawu ma'iyyah dan kata خَلِيْل dianggap sebagai maf'ul ma'ah, maka keberserikatan Sa'id sendiri itu tidaklah logis. Jadi tidak bisa dikatakan اِشْتَرَكَ سَعِيْدٌ وَ خَلِيْلًا (Sa'id berserikat disertai Kholil) sebab kata خَلِيْل masih termasuk umdatul kalaam (pokok kalimat).
b. Sebelum wawu harus merupakan jumlah (kalimat sempurna)
Sebagaimana telah dibahas pada syarat sebelumnyac. Wawu yang ada setelah kalimat sempurna harus memiliki makna مَعَ (beserta)
Karena itulah wawu ini disebut wawu ma'iyah. Dalam hal ini, harus lebih berhati-hati menentukan apakah wawu ini wawu 'athaf atau wawu ma'iyah.Wawu 'athaf memiliki makna 'dan'. Berarti antara kata sebelum dan sesudah wawu ada kesamaan dalam hukum. Bedakan juga dengan wawu haaliyah yang berarti 'dalam keadaan/sedang'. Sedangkan wawu ma'iyah berarti 'beserta'. Kata sebelum wawu tidak memiliki kesamaan dalam hukum dengan kata sesudah wawu
Contoh lain kalimat yang telah memenuhi syarat tersebut adalah:
سَارَ عَلِيٌّ وَ طُلُوْعَ الشَّمْسِ
"Ali berjalan beserta terbitnya matahari"
نَامَ أَحْمَدُ وَ غُرُوْبَ الشَّمْسِ
"Ahmad tidur beserta terbenamnya matahari"
Itulah beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam menentukan maf'ul ma'ah. Beberapa catatan penting mengenai hukum kata setelah wawu, akan dibahas pada kategori pernik dalam blog saya ini.
Contoh Maf'ul Ma'ah Dalam Al-Qur'an:
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلًا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ. سبأ: 10
فَأَجْمِعُوا أَمْرَكُمْ وَشُرَكَاءَكُمْ... يونس: 71
ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا. المدّثّر:11
وَذَرْنِي وَالْمُكَذِّبِينَ أُولِي النَّعْمَةِ وَمَهِّلْهُمْ قَلِيلًا. المزّمّل: 11
فَذَرْنِي وَمَنْ يُكَذِّبُ بِهَذَا الْحَدِيثِ... القلم: 44
Jika Anda mengkajinya langsung dari tafsir, akan Anda temukan bahwa semua contoh maf'ul ma'ah tersebut dalam al-Qur'an, bisa juga dianggap sebagai ma'thuf. Menurut saya:
Setiap maf'ul ma'ah bisa dianggap ma'thuf, tapi tidak semua ma'thuf bisa dianggap maf'ul ma'ah
Demikianlah pembahasan tentang maf'ul ma'ah. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita semua terutama dalam mempelajari nahwu agar bisa dijadikan alat untuk mempelajari al-Quran dan hadits Nabi SAW.
Teima kasih dan mohon ma'af
Wassalamu'alaikum wr. wb.
2 komentar
terimakasih kak. sangat bermanfaat :)
Bermanfaat benget, makasih kak