Mu'rob & Mabni | Nahwu Praktis

PEMBAGIAN MU’ROB DAN MABNIY

Assalamu’alaikum wr. wb.
Puji hanya untuk Tuhan yang Maha Kuasa. Shalawat-salam tercurah bagi Sang Nabi
Ketika mempelajari bahasa Arab atau dalam al-Quran-Hadits kita menemukan kata yang sepertinya tidak pernah berubah dalam berbagai kondisi. Seperti مِنْ, umpamanya. Dimanapun dan bagaimanapun kata tersebut berada, tidak pernah berubah menjadi مِنِ، مِنَ atau مِنُ. Itulah kata yang diberi hukum mabni. Apa itu mabni?, samakah dengan mu'rob?, apa saja pembagian mu’rob dan mabni itu?. kenapa diberi hukum mu’rob dan kenapa diberi hukum mabniy? Pada artikel ini, kita akan membahas ciri-ciri mu'rob dan mabni beserta contohnya
Mu'rob & Mabni
Mu’rob dan mabniy,- adalah hukum yang melekat pada suatu kata (kalimah). Namun sayang, pembahasan mu’rob dan mabni tidak dibahas dalam kitab Jurumiyah. Maka, saya mengambil sumber mu’rob dan mabni dalam al-Fiyah Ibnu Malik
Secara umum, mu’rob adalah kebalikan dari mabniy. 
Berikut penjelasannya:

1. Pengertian Mu’rob dan Mabniy

Mu’rob adalah kata yang menerima perubahan i’rob secara lafadz, dari rofa’menjadi nashab, khofadl ataupun jazm. Seperti:
عَظُمَ مُحَمَّدٌ
أَرْسَلَ اللهُ مُحَمَّدًا
تَمَسَّكْنَا بِشَرِيْعَةِ مُحَمَّدٍ
Sedangkan mabniy adalah kata yang i’robnya secara lafadz tidak terpengaruhi oleh berbagai ‘amil apapun. Jadi tidak bisa dikatakan marfu’, manshub, majrur atau majzum. Seperti:
فِي، إلَى، عَنْ، مِنْ، أَكْرَمَ
Sebagaimana dalam kaidah:
أَصْلُ الإِسْمِ أَنْ يَكُوْنَ مُعْرَبًا وَأَصْلُ الْـحَرْفِ أَنْ يَكُوْنَ مَبْنِيًا
“Semua isim pada dasarnya mu’rob dan semua haraf pada dasarnya mabni”
Demikian itu terjadi disebabkan karena hal-hal yang akan dirinci berikut ini:

2. Macam-macam Mabniy

Agar lebih mudah, kita bagi menjadi tiga kategori: 

a. Kategori Isim

Secara umum, isim yang diberi hukum mabniy adalah karena kata tersebut menyerupai haraf yang mana asal haraf itu mabni. Adapun segi kesamaan antara isim dan haraf yang menyebabkan isim menjadi mabni, adalah: 
كَشَبَهِ الْوَضْعِيِّ فِي اسْمَيْ جِئْتَنَا # وَالْمَعْنَوِيِّ فِيْ مَتَى وَفِيْ هُنَا
وَكَنِيَابَةٍ عَنِ الْفِعْلِ بِلاَ # تَأَثُّرٍ وَكَافْتِقَارٍ أُصِلَا
“Sebab menyerupai huruf dalam bentuknya seperti تَ dan نَا dalam kalimat جِئْـتَنَا, dan menyerupai huruf dalam ‘makna’nya (seperti) kata مَتَى dan هُنَا. Atau seperti pengganti dari fi’il yang tidak terpengaruhi amil apapun dan seperti membutuhkan pada kata yang lain”

Dalam bait ini, ada empat kategori isim yang dihukumi mabni:
1.  الشِّبْهُ الْوَضْعِيُّ “isim sama dengan hara dalam bentuknya”
Seperti isim dlomir. Isim dlomir dihukumi mabniy karena menyerupai haraf dalam bentuknya. Seperti kata تَ dan نَا pada kalimat جِئْتَنَا (bahkan semua isim dlomir seperti هُوَ، هُمَا، هُمْ، أَنْتَ dan sebagainya). Padahal, تَ dan نَا adalah termasuk kategori isim, hanya saja, hukumnya mabniy karena bentuknya seperti لِـــ، وَ، بِ، تَ، فِي، عَنْ dan lain-lain yang termasuk kategori haraf. 
2. الشِّبْهُ الْمَعْنَوِيُّ “menyamai haraf dalam maknanya”
Isim yang menyerupai haraf dalam maknanya adalah seperti:
a. Isim Istifham. Contoh مَتَى, dihukumi mabniy karena menyerupai haraf dalam maknanya, seperti hamzah (أَ) dan هَلْ yang juga sama-sama mengandung makna istifham (kata tanya)
b. Isim Syarat, karena menyerupai haraf dalam maknanya, yaitu haraf syarat إنْ. Contoh-contoh isim syarat adalah: مَتَى، كَيْفَمَا، حَيْثُمَا، إذْمَا، أَيَّانَ، أنَّى، مَنْ، مَا، مَهمَا
Contoh penggunaannya dalam kalimat:
مَتَى تَجْتَهِدْ تَنْجَحْ، مَنْ يَجِئْ بَيْتَنَا يُكْرَمْ، كَيْفَمَا تَتَّقِ اللهَ تَفُزْ
c. Isim isyarah seperti هُنَا، ذَالِكَ، هذَا dihukumi mabniy karena maknanya menyerupai haraf isyarah yang sebenarnya tidak ada dalam kenyataannya kata yang disebut ‘haraf isyarah’, padahal seharusnya ada. Contoh:
أُولئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ، هذَا يَوْمُ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُوْنَ

3. التَّشَابُهُ فِيْ عَدَمِ التَّأثِيْرِ “Menyerupai haraf karena tidak terpengaruhi oleh ‘amil lain”
Seperti isim fi’il. Contoh isim fi’il: صَهْ، حَيَّهَلْ، مَهْ، رُوَيْدَ

4. التَّشَابُهِ فِي الاِفْتِقَارِ إلى الْغَيْرِ “menyerupai haraf dalam hal membutuhkan pada kata lain”
Diantara sifat haraf adalah membutuhkan kata lain, baik sebelumnya ataupun sesudahnya. Jika suatu isim bersifat demikian, maka dihukumi mabni. Seperti isim maushul yang sangat membutuhkan kata lain sesudahnya, yang biasa disebut صِلَّةُ الْمَوْصُوْلِ. Artinya, isim maushul tidak sempurna artinya jika tidak ditambahkan kata lain sesudahnya. Contoh isim maushul:
مَنْ، مَا، الَّذِيْ، الَّذَانِ، الَّذِيْنَ، الَّتِي، الَّتَانِ، الَّاتِي
Semuanya berarti “yang
Contoh penggunaannya dalam kalimat:
أَكْرَمْتُ مَن أَرْسَلَهُ اللهُ
“Saya memuliakan (orang) yang diutus oleh Allah”
Yang dihukumi mabni dalam kategori isim ada enam: 1. Isim dlomir (Kata Ganti) 2. Isim Istifham (Kata Tanya) 3. Isim Syarat (Kata Syarat) 4. Isim Isyarah (Kata Tunjuk) 5. Isim Fi’il 6. Isim Maushul (Kata Sambung)
Selain yang telah disebutkan, semua jenis isim itu hukumnya mu’rob baik secara lafadz maupun secara perkiraan
Diantara isim yang memiliki i’rob secara perkiraan adalah Isim manqush dan Isim Maqshur. Tentang kedua isim ini, dibahas pada Isim Mu’tal

b. Kategori fi’il

Fi’il yang mabni hanya ada dua bagian, sesuai dengan bait al-Fiyah:
وَكُلُّ أَمْرٍ وَمُضِيٍّ بُنِيَا # وَأَعْرَبُوْا مُضَارِعًا إِنْ عَرِيَا
مِنْ نُوْنِ تَوْكِيْدٍ مُبَاشِرٍ وَمِنْ # نُوْنِ إنَاثٍ كَيَرُعْنَ مَنْ فُتِنْ
“Setiap fi’il amar dan fi’il madhi itu hukumnya mabni. Orang Arab menghukumi fi’il mudlore dengan mu’rob jika fi’il mudlore tersebut tidak ditambahi nun taukid yang menempel di huruf akhir fi’il dan ditambahi nun jama’ muannats, seperti يَرُعْنَ مَنْ فُتِنَ”

1. Yang disepakati para ulama nahwu:
Seluruh ulama nahwu sepakat bahwa fi’il yang diberi hukum mabni adalah fi’il madhi. Mereka memberi hukum mabni pada fi’il madi dengan mabni fathah, seperti: ضَرَبَ، نَصَـرَ. Kecuali jika dimasuki wawu jama’ dan dlomir mutaharrik (dlomir yang berharkat setelah huruf fi’il madhi). Jika dimasuki wawu jama’ maka mabni dlommah, seperti: ضَرَبُـوْا، نَصَـرُوْا. Sedangkan jika dimasuki dlomir mutaharrik, maka mabni sukun. Seperti: ضَرَبْــتَ، ضَرَبْـنَا
2. Yang diperselisihkan ulama tentang kemabniannya
Yaitu fi’il amar. Menurut orang Kuffah: Fi’il amar hukumnya mu’rob, karena pada asalnya fi’il amar adalah fi’il mudlore yang dijazmkan dan dibuang huruf kemudloreannya (sebagaimana dalam: 4 cara termudah membentuk fi’il amar)
Sedangkan kebanyakan ulama Basrah: fi’il amar hukumnya mabni sukun selama tidak dimasuki wawu jama’, ya muannatsah mukhotobah dan alif tatsniyah. Jika telah dimasuki wawu jama’, hukumnya mabni dlommah, seperti: اِضْرِبُـوْا، اُنْصُـرُوْا. Jika telah dimasuki ya muannatsah mukhotobah, maka mabni kasrah, seperti: اِضْرِبِـي،اُنْصُـرِيْ dan jika telah dimasuki alif tatsniyah, maka mabni fathah, seperti: اِضْرِبَـا، اُنْصُـرَا  

Selain fi’il madhi dan fi’il amar, yaitu fi’il mudlore, hukumnya mu’rob. Seperti: يَضْرِبُ، يَضْرِبَانِ، يَضْرِبُوْنَ، تَنْصُرُ، تَنْصُرَانِ، تَنْصُرُوْنَ، تَنْصُرِيْنَ. Karena fi’il mudlore berubah i’robnya ketika dimasuki amil nawashib dan jawazim. Ketika dimasuki amil nawashib, maka i’rob fi’il mudlore berubah menjadi nashab, seperti: لَنْ يَنْصُـرَ، أَنْ يَضْرِبَ. Begitu pula ketika dimasuki amil jawazim, maka i’rob fi’il mudlore berubah menjadi jazm. Contoh: لَمْ يَضْرِبْ، لَمْ يَنْصُرَا. Pembahasan ini bisa dilihat dalam: Pembagian dan tanda i’rob
Namun, fi’il mudlore pun ada yang dikecualikan. Artinya, fi’il mudlore diberi hukum mu’rob, jika terlepas dari:
a. Nun taukid yang bersambung secara langsung pada huruf akhir fi’il mudlore, yakni tidak terpisah oleh huruf lain. Jika fi’il mudlore telah dimasuki nun semacam itu, maka hukumnya menjadi mabni. Seperti: لِــيَجْتَهِدَنَّ
Sedangkan jika nun taukid yang masuk pada fi’il mudlore itu tidak secara langsung tersambung dengan huruf akhirnya, maka hukumnya tetap mu’rob meskipun hanya sekedar perkiraan. Adapun huruf yang memisahkan fi’il mudlore dengan nun taukid itu adalah: wawu jama’, alif tatsniyah dan ya muannatsah mukhotobah. Contoh:
لِيَجْتَهِدانِّ، لِتَجْتَهِدُنَّ، لِتَجْتَهِدِنَّ
Karena asalnya: لِتَجْتَهِدُوْا dan لِتَجْتَهِدِيْ

b. Nun jama’ muannats. Jika fi’il mudlore telah dimasuki nun jama’ muannats, maka hukumnya bukan mu’rob, tapi mabni. Contoh:
يَنْصُرْنَ، يَضْرِبْنَ
Contoh dalam bait al-Fiyah adalah: يَرُعْنَ dlomir هُنَّ

c. Kategori Haraf

Sebagaimana telah disinggung di awal artikel ini, bahwa setiap haraf itu hukumnya mabni; tak ada satupun haraf yang hukumnya mu’rob. Sesuai dengan bait al-Fiyah:
وَكُلُّ حَرْفٍ مُسْتَحِقٌّ لِلْبِنَا # وَالأَصْلُ فِي الْمَبْنِيِّ أَنْ يُسَكَّنَا
وَمِنْهُ ذُوْ فَتْحٍ وَذُوْكَسْرٍ وَضَمْ # كَأَيْنَ أَمْسِ حَيْثُ وَالسَّاكِنُ كَمْ
“Semua haraf itu hukumnya mabni, dan asal mabni itu adalah sukun. Tapi ada pula yang fathah, kasrah dan dlommah. Seperti: أَيْنَ، أَمْسِ، حَيْثُ dan (contoh) yang sukun: كَمْ”
Maksud bait ini adalah: pada asalnya setiap kata yang mabni adalah mabni sukun (disukunkan huruf akhirnya). Artinya tidak satupun kata mabni yang huruf akhirnya berharkat kecuali jika ada faktor penghalang untuk membuat kata tersebut menjadi sukun, seperti terjadi اِلْتِقَاءُ السَّاكِنَيْنِ (bertemu dua huruf sukun) contohnya kata: لَيْتَ. Jika huruf terakhir disukunkan; لَيْتْ, maka akan sulit untuk diucapkan. 
Diantara kata mabni yang menyimpang dari kaidah mabni yakni disukunkan, ialah haraf yang mabni fathah, mabni kasrah dan mabni dlommah. Contoh:
Yang mabni fathah: أَيْنَ، لَيْتَ، لَعَلَّ، أَنَّ، تَــــ، إنَّ
Yang mabni kasroh: أَمْسِ، بِـــ، لِــــ
Yang mabni dlommah: حَيْثُ
Untuk menentukan macam-macam mabni, hendaklah diperhatikan bunyi huruf akhirnya. Jika (u), berarti mabni dlommah, jika(a), mabni fathah dan jika (i), mabni kasrah. Sedangkan jika tidak ada faktor penghalang  untuk membuatnya sukun, sukunkanlah sebagaimana asal dari kemabnian itu sendiri. Seperti kata-kata berikut:
فِيْ، عَلَى، عَنْ، إلَى، مِنْ، مَتَى، كَمْ، ذَا، لَـمْ، لَنْ، حَتَّى
Kesimpulan semua macam mabni adalah:
1. Isim dlomir (Kata Ganti)
2. Isim Istifham (Kata Tanya)
3. Isim Syarat (Kata Syarat)
4. Isim Isyarah (Kata Tunjuk)
5. Isim Fi’il 
6. Isim Maushul (Kata Sambung)
7. Fi’il madhi
8. Fi’il amar (meskipun diperselisihkan)
9. Semua jenis haraf
Selain yang telah disebutkan dalam pembahasan ini, baik isim ataupun fi’il, semuaya diberi hukum mu’rob. Yakni, menerima perubahan i’rob dari asal rofa’ menjadi nashab, menjadi khofadl/jar atau menjadi jazm tergantung ‘amil yang masuk dan mempengaruhi kata tersebut serta sangat memperhatikan kedudukan kata itu sendiri, apakah menjadi fa’il, maf’ul bih, naibul fa’il, mubtada, khobar, dan lain sebagainya sebagaimana dibahas pada pembahasannya masing-masing. 
Yang menjadi fokus perhatian kita adalah justru mengetahui macam-macam mabni ini. Karena jika kita sudah bisa membedakan mana mu’rob dan mana mabni, kita memiliki gambaran pentingnya menghafal i’rob, pembagian dan tandanya.
Demikianlah pembahasan tentang mu’rob dan mabni dalam kitab al-Fiyah. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua dan diberi kemudahan untuk memahami serta membedakan kata-kata yang mu’rob dan mabni.  
Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam artikel ini. 
Terima kasih telah berkunjung
Wassalamu’alaikum wr. wb.

1 komentar