Khobar Mukoddam Mubtada Muakkhor

Pengertian dan Hukum 

Khobar Muqoddam Mubtada Muakkhor

Assalamu'alaikum wr.
Nahwu Praktis kali ini merupakan pembahasan tambahan tentang mubtada dan khobar. Secara umum, mubtada itu harus berada di awal kalimat dan khobar harus berada setelah mubtada. Namun, ada beberapa kondisi yang menuntut mubtada untuk diakhirkan (mubtada muakkhor) dan khobar didahulukan (khobar muqoddam). Inilah yang saya maksud pembahasan tambahan. Sebab tidak saya bahas pada pembahasan tentang mubtada-khobar
Juga, karena ada yang meminta untuk dibahas tentang hal ini, maka saya akan coba jelaskan sesuai kemampuan saya. Pada artikel ini, akan saya bahas syarat-syarat yang mengharuskan khobar didahulukan atau khobar mukoddam dan  mubtada diakhirkan atau mubtada muakkhor
Baiklah, kita langsung saja....
Khobar Mukoddam Mubtada Muakkhor

Sebab khobar mukoddam-mubtada muakkhor

Ada empat sebab khobar wajib didahulukan dan mubtada diakhirkan, yaitu:

1. Jika mubtada merupakan isim nakirah yang tidak memiliki sifat (na'at), dan khobarnya terdiri dari dhorof atau jarr-majrur

Seperti:
فِي الدَّارِ رَجُلٌ
"Di dalam rumah ada laki-laki"
عِنْدَكَ ضَيْفٌ
"Di sampingmu / di sisimu ada tamu"
dalam suray al-Baqoroh ayat 7:
وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ
"Dan dalam penglihatan-penglihatan mereka ada tutup"
Kenapa khobar ini wajib didahulukan?. Alasannya karena jika khobar diakhirkan, umpamanya menjadi رَجُلٌ فِي الدَّارِ, kalimat فِي الدَّارِ ini mengesankan na'at atau sifat untuk kata رَجُلٌ. Artinya pun seolah-olah menjadi "laki laki yang ada di rumah".
Sedangkan jika mubtada yang terdiri dari isim nakirah itu disifati, maka tidak wajib mendahulukan khobar. Contoh seperti firman Allah dalam surat al-An'am ayat 2:
وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ
"Dan waktu yang ditentukan itu ada pada-Nya"
Kata مُسَمًّى adalah na'at / sifat bagi mubtada, yaitu kata أَجَلٌ. Jika kalimatnya seperti ini, maka tidak wajib mendahulukan khobar.

2. Jika khobar terdiri dari isim istifham atau diidlofatkan pada isim istifham. 

Contoh khobar dari isim istifham:
كَيْفَ حَالُكَ؟
Kalau dilogat dengan bahasa Sunda:
كَيْفَ eta kumaha (khobar)
حَالُكَ ari kaayaan Anjeun (mubtada)
Contoh khobar dari isim yang diidlafatkan pada isim istifham:
ابْنُ مَنْ أَنْتَ
اِبْنُ مَنْ eta budak saha
أَنْتَ ari anjeun
Kata كَيْفَ dan مَنْ adalah isim istifham yang berkedudukan sebagai khobar yang wajib didahulukan, dengan alasan: karena memang istifham atau yang diidlafatkan padanya itu mesti berada di awal kalimat. 

3. Jika dalam mubtada terdapat dlamir yang kembali pada khobar

Seperti:
فِيْ الدَّارِ صَاحِبُهَا
"Di rumah ada pemiliknya"
Seperti dalam surat Muhammad ayat 24:
أَمْ عَلَى قُلُوْبٍ أَقْفَالُهَا
"Atau dalam hati ada tutupnya"
Alasan khobar didahulukan dalam kondisi ini karena dlamir atau kata ganti itu tidak mungkin kembali pada kata yang berada setelahnya. Jadi, mubtada yang mengandung dlamir yang kembali pada khobar harus diakhirkan dan khobarnya harus didahulukan.

4. Khobar merupakan isim yang di-hanya-kan untuk mubtada

Coba bedakan terlebih dahulu kedua kalimat ini:
"Allah hanyalah sang pencipta", dan
"Sang pencipta itu hanya Allah"
Beda bukan?
Yang di-hanya-kan, sebutlah mahshur (مَحْصُوْرٌ) atau maqshuur (مَقْصُوْرٌ), oleh kalimat pertama adalah Allah. Maksudnya, Allah dihanyakan sebagai pencipa, makna tersirat dari kalimat ini: masih ada pencipta selain Allah atau Allah hanya mengurusi tentang penciptaan semata, tidak yang lain. Dalam balaghah disebut dengan "qoshor idlafiy" atau "qoshru al-maushuf 'alaa as-shifat"
Sedangkan pada kalimat kedua; "Pencipta itu hanya Allah", makna tersirat dari kalimat tersebut adalah selain Allah bukanlah pencipta. Ini disebut "qoshor hakikiy" atau "qoshru as-shifat ala al-maushuf".
Jika kedua kalimat ini telah difahami, coba kita terjemahkan ke dalam Bahasa Arab dengan menggunakan salah satu alat qoshor, ambillah dengan huruf nafyi yang setelahnya ada إلَّا. 
Kalimat pertama:
مَا اللهُ إلَّا خَالِقٌ
"Allah itu hanyalah pencipta"
Kata اللهُ adalah mubtada meskipun didahului oleh huruf nafyi (مَا) dan kata خَالِقٌ sebagai khobar meskipun terpisah oleh huruf istitsna (إلَّا). Jika memang yang dimaksud adalah menghanyakan Allah sebagai pencipta, maka kalimat ini menggunakan susunan mubtada-khobar yang biasa. Tapi dengan pengertian yang tadi yaitu qoshor idlofiy. Sedangkan jika ingin merubahnya menjadi qoshor hakikiy maka, mau tidak mau khobar, kata خَالِقٌ, harus didahulukan atas mubtadanya, kata اللهُ. Menjadi:
مَا خَالِقٌ إلَّا اللهُ
"Pencipta itu hanya Allah"

Kalimat inilah justru seharusnya, karena dengan kalimat ini berarti kita mengakui ke-maha-tunggal-an Allah. Sedangkan dengan kalimat pertama tadi, berarti kita menganggap bahwa ada tuhan lain sebagai pencipta selain Allah. Maaf ya jadi nyambung dengan tauhid segala... hehe

Semoga saja menambah wawasan kita semua. Demikianlah pembahasan tentang beberapa penyebab wajibnya khobar muqoddam- mubtada muakkhor. Berarti, selain yang telah dibahas pada artikel ini, khobar tidak wajib didahulukan dan mubtada diakhirkan. Mungkin di artikel lain akan saya bahas tentang mubtada wajib didahulukan.
Terima kasih dan mohon maaf
Wassalamu'alaikum wr.