Inna dan Saudaranya | Nahwu Praktis

INNA DAN SAUDARANYA

Assalamu’alaikum wr. wb
اَلْـحَمْدُ للهِ عَلَى جَـمِيْعِ نِعَمِهِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى خَيْرِ خَلْقِهِ مُـحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ

Inna dan Saudaranya,- Diantara amil yang biasa masuk pada mubtada khobar adalah inna dan dan saudaranya. Inna  dan saudaranya ini cara kerjanya adalah kebalikan dari kaana dan saudaranya. Jika kaana saudaranya merofakan mubtada dan menashabkan khobar, inna dan saudaranya justru menashabkan mubtada dan merofa’kan khobar. Mubtada itu selanjutnya disebut dengan isim inna dan saudaranya, khobarnya disebut khobar inna dan saudaranya. Contohnya dalam al-Qur’an, akan kita bahas setelah mengetahui inna dan saudaranya. 'Amal (cara kerja) inna dan saudaranya menurut kitab jurumiyah adalah:
Inna dan Saudaranya
Lalu, apa saja inna dan saudaranya itu?
Berikut jawabannya sekaligus dengan fungsi dan contohnya masing-masing:
1. إنَّ atau أنَّ artinya sesungguhnya/bahwa. Berfungsi للتَّوْكِيْدِ (memperkuat pernyataan). Contoh:
إنَّ اللهَ لاَ يَسْتَحْيِي... (البقرة: 26)
وَإنَّـكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ (القلم: 4)
وَإنَّـــه لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِيْنَ (الحاقة: 48)
2. كَأَنَّ artinya seakan-akan. Berfungsi لِلتَّشْبِيْهِ (menyerupakan). Contoh:
كَأَنَّـهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوْا إلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَاهَا (االنزعات: 46)
كَأَنَّـــه جِمَالَةٌ صُفْرٌ (المرسلات: 33)
كَأَنَّـهُنَّ الْيَاقُوْتُ وَالْمَرْجَانُ (الرحمن: 58)
3. لَكِنَّ artinya tetapi. Fungsinya لِلْإِسْتِدْرَاكِ (menyusuli perkataan). Contoh:
قُلْ إنَّ اللهَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَزِّلَ آيَةً وَلكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ (الأنعام: 37)
إنَّ اللهَ لَذُوْا فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لاَ يَشْكُرُوْنَ (يُونس: 60)
... وَمَا هُمْ مِنْكُمْ وَلكِنَّـهُمْ قَوْمٌ يَفْرَقُوْنَ (التوبة: 56)
4. لَعَلَّ artinya semoga/jangan-jangan. Fungsinya لِلتَّرَجِّي (mengharap sesuatu yang mungkin) dan لِلتَّوَقُّعِ (merasa cemas). Contoh:
فَـلَعَلَّـكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ... (الكهف: 6)
لاَ تَدْرِي لَعَلَّ اللهَ يُـحْدِثُ بَعْدَ ذلِكَ أَمْرًا (الطلاق: 1)
... كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّـكُمْ تَتَّقُوْنَ (البقرة: 183)
5. لَيْتَ artinya andaikan. Fungsinya لِلتَّمَنِّي (mengharapkan sesuatu yang tak mungkin terjadi). Contoh:
... وَيَقُوْلُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَـنِيْ كُنْتُ تُرَابًا (النبأ: 40)
قَالَ الَّذِيْنَ يُرِيْدُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوْتِيَ قَارُوْنَ... (القصص: 79)
... يَا لَيْتَـنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوْزَ فَوْزًا عَظِيْمًا (النساء: 74)
Perhatikan contoh lainnya:
Inna dan Mubtada Isim Dhohir
Mubtada Isim Dhohir
Inna yang masuk pada mubtada dlomir
Mubtada Isim Dlomir
Masih ingat mengenai khobar ghoer mufrod yang hanya berubah i’robnya secara mahall saja?. Demikian pun jika ada khobar ghoer mufrod lalu dimasuki inna dan saudaranya, maka khobar itu menempati posisi i’rob rofa (mahal i'rob rofa') karena khobar inna harus rofa'. Contohnya:
يَا لَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرَابًا
كُنْتُ تُرَابًا adalah khobar ghoer mufrod; jumlah fi'liyah, menempati mahal rofa' karena menjadi khobar inna
Selanjutnya, berkenaan dengan hamzah yang terdapat pada kata inna. Ada beberapa kondisi yang mengharuskan dibaca إِنَّ dan kondisi lain mengharuskan dibaca أَنَّ, bahkan ada kondisi yang membolehkan pembacaan إنَّ atau أنَّ.  

1. Kondisi yang mengharuskan dibaca إنَّ

Dalam kitab Alfiyah Ibnu Malik disebutkan:
فَاكْسِرْ فِي الْاِبْتِدَا وَفِي بَدْءِ صِلَةٍ # وَحَيْثُ إنَّ لِيَمِيْنٍ مُكْمِلَةٌ
أَوْ حُكِيَتْ بِالْقَوْلِ أَوْ حَلَّتْ مَـحَل # حَالٍ كَزُرْتُهُ وَإنِّي ذُوْ أَمَلٍ
وَكَسَرُوْا مِنْ بَعْدِ فِعْلٍ عُلِقَ # بِاللَّامِ كَاعْلَمْ إنَّهُ لَذُوْ تُقَى
“Kasrahkanlah inna ketika berada di awal kalimat, menjadi permulaan shilah maushul, tatkala menjadi penyempurna sumpah, ketika menjadi mahkiyyul qaul (yang dihikayatkan), ketika menempati posisi hal seperti زُرْتُهُ وَإنِّي ذُوْ عَمَلٍ, juga ketika berada setelah af’alul qulub (ظَنَّ وَأَخَوَاتُهَا) dihubungkan dengan lam ibtida seperti اِعْلَمْ إنَّهُ لَذُوْ تُقًى
a. Ketika berada di awal kalimat (فَاكْسِرْ فِي الاِبْتِدَا). Contoh: 
إنَّ الْحَبِيْبَ هُوَ الْحِبِيْبُ الأَوَّلُ
b. Ketika menjadi permulaan shilah maushul (أَوْ فِيْ بَدْءِ صِلَةٍ). Contoh:
زُرْتُ الَّذِي إنَّ أُمَّهُ مَرِيْضَةٌ
c. Ketika menjadi penyempurna sumpah, dengan pengertian bahwa inna menjadi jawab qosam (reaksi suatu sumpah) dan khobarnya memakai lam ibtida (وَحَيْثُ إنَّ لِيَمِيْنٍ مُكْمِلَةٌ). Contoh:
وَاللهِ إنَّ مُـحَمَّدً لَرَسُوْلُ اللهِ
وَالْعَصْرِ إنَّ الإنْسَانَ لِفي خُسْرٍ 
d. Ketika masuk pada kalimat yang merupakan isi hikayat/cerita (أَوْ حُكِيَتْ بِالْقَوْلِ). Contoh:
قَالَ زَيْدٌ: إنَّ أَبِيْ طَيَّارٌ
الَّذِيْنَ إذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إنَّا للهِ وَإنَّا إلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
e. Ketika masuk pada kalimat yang menempati kedudukan hal yang disebut jumlah haaliyah (أَوْ حَلَّتْ مَـحَلَّ حَالٍ). Contoh:
تَعَلَّمَ زَيْدٌ وَإنَّــهُ نَاعِسٌ
زُرْتُهُ وَإنِّـــي ذُوْ أَمَلٍ
f. Ketika berada setelah ظَنَّ وَأَخَوَاتُهَا yang dihubungkan dengan lam ibtida (dita’liq) yakni amalnya digagalkan (وَكَسَرُوْا مِنْ بَعْدِ فِعْلٍ عُلِقَ بِاللَّامِ). Contoh:
ظَنَنْتُ زَيْدًا سَارِقًا: ظَنَنْتُ زَيْدٌ لَسَارِقٌ: ظَنَنْتُ إنَّ زَيْدًا لَسَارِقٌ
Jika inna menempati keenam kondisi tersebut di atas, maka wajib dibaca إنَّ
Sedangkan, faktor yang mengharuskan dibaca أَنَّ adalah:

2. Kondisi yang mengharuskan dibaca أَنَّ

Ibnu Malik mengatakan:
وَهَمْزَ إنَّ افْتَحْ لِسَدِّ مَصْدَرِ # مَسَدَّهَا وَفِيْ سِوَى ذَاكَ اكْسِرِ
“Fathahkanlah hamzah inna karena (inna beserta isim dan khobarnya) bisa diduduki oleh masdar. Sedankan selain ini, kasrahkanlah (hamzah inna tersebut)”
Yakni, hamzah inna wajib dikasrahkan jika tempat إنَّ bisa diduduki oleh masdar. Caranya adalah khobar inna dijadikan masdar lalu diidlofatkan (disatukan) dengan isimnya. Contoh:
يُغْضِبُنِي أَنَّ التِّلْمِيْذَ مُتَمَرِّدٌ 
Ungkapan tersebut, sama substansinya dengan يُغْضِبُنِي تَـمَرُّدُ التِّلْمِيْذِ. Dengan cara مُتَمَرِّدٌ diganti dengan masdarnya تَمَرُّدٌ lalu disatukan dengan kata التلميذ, sehingga menjadi تَـمَرُّدُ التِّلْمِيْذِ
Keadaan إنَّ beserta isim dan khobarnya yang bisa diduduki oleh masdar tersebut adalah ketika:
a. إنَّ beserta isim dan khobarnya mempunyai kedudukan sebagai fa’il atau naibul fail. Contoh:
اَعْجَبَنِي أَنَّـكِ جَمِيْلَةٌ =  أَعْجَبَنِي جَمَالُكِ
يُعْرَفُ أَنَّـكَ صَالِحٌ = يُعْرَفُ صَلاَحُكَ
قُلْ أُوْحِيَ إلَيَّ أَنَّــهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ... (الجن: 1)
b. إنَّ beserta isim dan khobarnya memiliki kedudukan sebagai maf’ul bih. Contoh:
رَأَيْتُ أَنَّـكُمْ نَشِيْطُوْنَ = رَأَيْتُ نَشَاطَكُمْ
وَظَنُّوْا أَنَّـهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِنَ اللهِ... (الـحشر: 2)
c. إنَّ beserta isim dan khobarnya menjadi majrur bil harfi (yang di-jar-kan oleh haraf). Contoh:
رَغِبْتُ عَنْ أَنَّ رَجُلًا كَسْلَانُ = رَغِبْتُ عَنْ كَسْلَانِ رَجُلٍ
 بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِـأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (النساء: 138)

3. Kondisi yang membolehkan dibaca إنَّ atau أنَّ 

Hamzah boleh dibaca إنَّ atau أنَّ ketika:
a. Jika إنَّ terletak setelah إذَا فُجَائِيَةٍ yang artinya tiba-tiba. Contoh:
خَرَجْتُ مِنَ الْبَيْتِ فَإِذَا إنَّ / أَنَّ أَسَدًا فِي الْبَابِ
b. Jika إنَّ berada setelah sumpah (jawab qosam) tapi khobarnya tidak memakai lam ibtida. Contoh:
وَاللهِ إنَّ / أَنَّ الْإلهَ وَاحِدٌ

c. Jika إنَّ berada setelah fa jawab. Contoh: 
مَنْ يَتَعَلَّمُ فِيْ صِغَرِهِ فَـإنَّـــهُ مُكْرَمٌ فِيْ كِبَرِهِ / فَأَنَّهُ
d. Jika إنَّ berada setelah mubtada yang mempunyai makna qaol (perkataan) sedangkan khobar إنَّ merupakan perkataan pula dan pembicaranya menceritakan dirinya sendiri. Contoh:
خَيْرُ الْقَوْلِ إنِّي / أَنِّي أَحْمَدُ اللهَ
أَحْسَنُ كَلَامِي إنِّي / أَنِّي أَذْكُرُ اللهَ
Maksud makna qaol itu adalah kalimat أَحْمَدُ اللهَ itu merupakan kandungan dari الْقَوْلُ itu sendiri dan أَحْمَدُ اللهَ itu adalah perkataan (qaol) bukan perbuatan. Demikian pula kalimat أَذْكُرُ اللهَ itu merupakan perkataan (qaol) yang merupakan substansi dari كَلاَمِيْ itu, juga bukan berupa perbuatan.
Jika mubtada tidak memiliki makna qaol, maka wajib difathahkan. Contoh:
عَمَلِي أَنِّي أَحْمَدُ
Jika khobar إنَّ bukan merupakan perkataan, maka إنَّ harus dikasrohkan. Contoh:
قَوْلِيْ إنِّي مُؤْمِنٌ
karena مُؤْمِنٌ bukanlah perkataan
Begitu pula jika khobar inna merupakan qaol, tapi pembicara tidak membicarakan dirinya sendiri maka inna harus dikasrohkan. Contoh:
قَوْلِي إنَّ زَيْدًا يَـحْمَدُ اللهَ
* Kadang mubtada/khobar memakai lam ibtida. Contoh: لَزَيْدٌ قَائِمٌ. Tapi, jika memakai إنَّ, lam ibtida itu pindah ke khobar. Menjadi: إنَّ زَيْدًا لَقَائِمٌ. Contoh dalam al-Quran:
إنَّ الأَبْرَارَ لَـفِيْ نَعِيْمٍ وَ إنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَـحِيْمٍ
*  Inna tetap beramal ketika masuk ada susunan khobar muqoddam-mubtada muakkhor. Contoh:
إنَّ فِيْ الْبَيْتِ زَيْدًا
إنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا (الإنشراح: 6)
* ‘Amal inna tidak berfungsi (gagal) ketika inna ditambah dengan مَا, menjadi: إنَّـمَا. Contoh:
  إنَّـمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنْصَابُ وَالأَزْلاَمُ زِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ (المائدة: 90)
* Demikian pula jika isim إنَّ terpisah dari khobarnya dengan kaana dan saudaranya, maka khobar inna menjadi khobar jumlah yang memiliki mahall i’rob rofa. Contoh:
اللهُ عَلِيْمٌ: (إنَّ) اللهُ (كَانَ) عَلِيْمٌ: إنَّ اللهَ كَانَ عَلِيْـمًا
Kata عَلِيْمًا menjadi khobar kana yang wajib nashab, isim kaana adalah dlomir mustatir (هُوَ) yang kembali pada الله. Kaana beserta isim dan khobarnya menempati i'rob rofa' karena menjadi khobar inna
Sampai sini semoga mudah difahami. Saya kira cukup sampai sini pembahasan tentang inna dan saudaranya beserta contohnya dalam al-Qur’an. Mohon maaf atas segala kekurangan. Terutama penjelasan yang kurang mumpuni
Terima kasih atas kunjungan Anda
Wassalamu’alaikum wr. wb.

9 komentar

masyaallah... bermanfaat insyaallah

Aamiin yaa mujiibassaailiin
Terima Kasih, kang.. :)

maa syaa' Allah, penjelasan dan semua contohnya lengkap serta rinci.
baarakAllaahu fiik.
jazaakumullaah khayr.

Aamiin yaa rabb
Wa jazaakumullah...
:)

maa syaa Allah... baarokallahu fiik penjelasannya, mumtaz

Alhamdu lillaah.. terima kadih 😊

ان مع العسر يسرا cara baca pegonya giman min...?