Pengertian Hal, Syarat Hal Dan Contoh Hal Dalam Al-Qur'an
السلام عليكم ورحمة الله
إنّ الحمد لله على جميع ما أعطاه، والصلاة والسلام على حبيب الله محمد وآله وصحبه، وبعد
Apa yang dimaksud dengan hal?
Apakah ada syarat khusus bagi suatu kata agar sah disebut hal?, dan
Apa contoh hal / contoh kalimat hal dalam al-Qur'an?
Dalam artikel ini, semoga para pembaca bisa mendapatkan jawaban dari ketiga pertanyaan tersebut. Juga, semoga artikel ini memberikan pemahaman yang mudah bagi Sobat pembaca terutama yang berhubungan dengan hal yang meliputi pengertian hal, syarat hal dan contoh hal dalam al-Qur'an.
Pengertian Hal Dan Contoh Hal Dalam Al-Qur'an,- Imam Ash-Shonhaji (Ibnu Ajurruum) memberikan definisi hal dengan kalimat:
الحَالُ هُوَ: الاِسْمُ الْمَنْصُوْبُ الْمُفَسِّرُ لِمَا انْبَهَمَ مِنَ الهَيْئاتِ
"Hal adalah isim nashab yang menjelaskan keadaan yang masih samar"Sedangkan imam Ibnu Malik dalam al-Fiyyah menyebutkan definisi haal dengan bait:
الحَالُ وَصْفٌ فَضْلَةٌ مُنْتَصِبُ # مُفْهِمٌ فِي حَالٍ كَفَرْدًا أَذْهَ
"Hal adalah sifat tambahan yang beri'rob nashab yang mengesankan suatu kondisi seperti: فَرْدًا أَذْهَبُ"
Untuk memahami kedua definisi tersebut, saya contohkan saja dengan bahasa Indonesia;
Zaed berangkat ke sekolah sambil berkendaraan
Kata sambil berkendaraan, adalah menerangkan keadaan Zaed berangkat. Maka kalimat sambil berkendaraan disebut dengan haal dalam bahasa Arab. Sekarang, kita terjemahkan contoh tersebut ke dalam bahasa Arab:
ذَهَبَ زَيْدٌ إلَى الْمَدْرَسَةِ رَاكِبًا
Kata راكِبًا adalah isim yang dinashabkan dan menjelaskan suatu keadaan.
Apakah setiap isim nashab seperti itu bisa disebut haal?
Tidak, tapi harus memenuhi beberapa syarat berikut:
- Harus beri'rob nashab (seperti dalam contoh)
- Harus berupa isim nakiroh (jika hal ternyata berupa isim ma'rifat, harus ditakwil dengan isim nakiroh)
- Kebanyakan hal berupa isim musytaq (pengambilan dari fi'il seperti isim fa'il, isim maf'ul mashdar, dan sifat musyabahat). Terkadang pula isim jamid (kebalikan musytaq
- Setiap hal mesti ada shohibul hal. Syarat shohibul hal adalah harus ma'rifat
- Hal harus sama dengan shohibul hal dalam mudzakkar-muannatsnya dan mufrod, tatsniyah-jama'nya
- Tidak boleh membuat hal kecuali setelah kalimat sempurna
Yang dimaksud kalimat sempurna adalah fi'il dengan fa'ilnya, fi'il mabni majhul dengan naibul failnya dan mubtada dengan khobarnya. Inilah yang disebut umdah (primer; yang mesti ada) dalam kalimat. Sedangkan selain keduanya disebut fadlah (sekunder; yang boleh ada atau tidak ada). Fadlah inilah yang dimaksud oleh Imam Ibnu Malik dalam bait tadi (الْحَالُ وَصْفٌ فَضْلَةٌ).
Sekarang, perhatikan contoh pertama berikut dan kita teliti apakah memenuhi syarat hal atau tidak:
أَشْرَبُ الْمَاءَ جَالِسًا
"Saya sedang meminum air sambil duduk"
Kita perhatikan kata جَالِسًا. Kata tesebut beri'rob nashab, berupa isim nakiroh, merupakan isim musytaq (karena isim fa'il dari kata شَرِبَ يَشْرَبُ), shohibul halnya adalah dlomir mustatir (أَنَا), shohibul hal adalah mufrod-mudzakkar hal pun sesuai dengan shohibul hal dalam mufrod-mudzakkarnya dan juga terletak setelah kalimat sempurna yaitu fi'il يَشْرَبُ dan fa'il dlomir mustatir (أَنَا). Maka, kata جَالِسًا sah dikatakan sebagai hal karena telah memenuhi kelima syaratnya.
Contoh kedua:
شَاهَدَتْ فَاطِمَةُ السِّيْنَمَا مُهْزِنًا
"Fatimah menyaksikan sinema sambil (sinema itu) membuat sedih"
Kata مُهْزِنًا adalah isim nashab, nakiroh, berupa isim musytaq yang diambil dari أَهْزَنَ يُهْزِنُ, shohibul halnya adalah maf'ul bih; kata السِّيْنَمَا mufrod-mudzakkar hal pun sesuai dengannya, dan terletak setelah kalimat sempurna; fi'il شَاهَدَتْ dan fa'il فَاطِمَةُ. Maka kata مُهْزِنًا sah dikatakan haal karena memenuhi syarat hal yang telah disebutkan.
Contoh ketiga:
مَرَرْتُ بِهِنْدٍ رَاكِبَةً
"Saya telah bertemu Hindun sambil (hindun itu) berkendaraan"
Kata رَاكِبَةً adalah isim nashab, nakiroh, berupa isim musytaq yang diambil dari رَكِبَ يَرْكَبُ, shohibul halnya adalah majruur (yang dijarrkan) oleh huruf بِ; kata هِنْدٌ mufrod-muannats hal pun sesuai dengannya, dan terletak setelah kalimat sempurna; fi'il مَرَّ dan fa'ilnya تُ (dlomir أَنَا). Maka kata رَاكِبَةً sah dikatakan haal karena memenuhi syarat hal yang telah disebutkan
Dari ketiga contoh tersebut, kita bisa simpulkan bahwa; hal bisa menerangkan kondisi fa'il (subjek) ataupun bisa menerangkan maf'ul bih (objek) dan bisa juga menerangkan kondisi majruur (isim yang dijarkan). Contoh pertama adalah haal yang menerangkan keadaan fa'il atau naibul fa'il, contoh kedua menerangkan kondisi maf'ul bih. Sedangkan contoh ketiga menerangkan kondisi isim yang dijarkan oleh huruf.
Adakah bentuk haal selain yang diterangkan?
Ada. Yaitu hal yang berupa jumlah baik ismiyyah (mubtada-khobar) ataupun jumlah fi'liyyah (fi'il-fa'il).
Syarat hal jumlah ismiyah: harus dipisah dengan dlomir sesuai shohibul hal yang terletak setelah wawu haaliyah / wawu al-ibtida. Kaidahnya: الْجُمْلَةُ بَعْدَالْمَعْرِفَةِ حَالٍ (kalimat setelah ma'rifat adalah haal).
Contoh:
جَاءَ زَيْدٌ وَهُوَ نَاوٍ رِحْلَةً
"Zaed datang sambil dia bermaksud bepergian"
Kalimat وَهُوَ نَاوٍ رِحْلَةً adalah jumlah ismiyyah, هُوَ sebagai mubtada, نَاوٍ sebagai khobarnya. Yang terletak setelah wawu haliyah / wawu al-ibtida dan terletak setelah sempurna kalimat جَاءَ زَيْدٌ.
Sedangkan syarat hal dari jumlah fi'liyah tidak perlu ada wawu haaliyah namun tetap harus terdapat dlomir yang sesuai dengan shohibul hal. Kaidahnya: الْجُمْلَةُ بَعْدَالْمَعْرِفَةِ حَالٍ (kalimat setelah ma'rifat adalah haal).Contoh:
لَقِيَتْنِي فَاطِمَةُ تَتَبَسَّمُ
"Fathimah bertemu denganku sambil tersenyum"
Kalimat تَتَبَسَّمُ adalah jumlah fi'liyyah; fi'il يَتَبَسَّمُ dan fa'il dlomir mustatir (هِيَ). Karena terletak setelah ma'rifat, kalimat tersebut menempati posisi haal, shohibul halnya kata فَاطِمَةُ.
Sekarang kita lihat contoh-contoh hal dalam al-Qur'an:
وَإِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُـنَا بَيِّنَاتٍ (يونس: 15)
وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًامِنهُ... (الجاثية: 13)
يَلْبَسُـونَ مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَقَابِلِينَ (الدخان: 53)
أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ... (الملك: 19)
ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْـتُ وَحِيدًا (المدثر: 11)
لِـلطَّاغِينَ مَآبًا () لَابِثِينَ فِيهَا أَحْقَابًا (النبأ: 22-23)
كُلُـوا وَاشْرَبُـوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (الطور: 19)
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِـقَ هَلُوعًا (المعارج: 19)
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا... (البينة: 6)
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً... (البقرة: 22)
Contoh hal berupa jumlah ismiyyah dalam al-Qur'an:
قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ... (البقرة: 30)
Ini sesuai dengan kaidah: الجملة بعد المعرفة حال. Karena kalimat وَنَحْنُ نُسَبِّحُ terletak setelah kata الدِّمَاء isim ma'rifat
Contoh hal berupa jumlah fi'liyyah dalam al-Qur'an:
اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِـهِمْ يَعْمَهُونَ (البقرة: 15)
وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَـكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ... (البقرة: 49)
وَأَمَّا مَنْ جَاءَكَ يَسْعَى (عبس: 8)
وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (المدثر: 6)
Shohibul dalam ayat ini dlomir mustatir (أنْتَ) dalam kata تَمْنُنْ
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ لِمَ تُؤْذُونَـنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ... (الصف: 5)
Masih banyak lagi contoh haal dalam al-Qur'an. Yang penting kita memahami teorinya, baru kita coba untuk mengembangkan dan meneliti suatu redaksi atau ayat al-Qur'an dan Hadits secara khusus terkait masalah haal ini.
Demikianlah pembahasan tentang pengertian hal dan contoh hal dalam al-Qur'an. Semoga bermanfaat bagi semua pembaca untuk memahami ayat-ayat suci al-Qur'an dan Hadits (khususnya). Mohon maaf atas segala kekurangan
Terima kasih
Terima kasih
وَالسلام عليكم ورحمة الله
12 komentar
Alhamdulillah sangat membantu, lumayan faham penjelsannya, dibuku soalnya gak paham.
alhamdulillaah... terima kasih. Semoga menambah pembendaharaan ilmu kita... :)
Salam Miens:
Terimakasih sangat membatu, pertanyaan saya
1. contohnya جَاءَ زَيْدٌ وَهُوَ نَاوِ رِحْلَةً kenapa نَاوِ رِحْلَةً bukanya jadi khobar (rofa') dan رِحْلَةً apakah tidak jadi mudhof ilaih (khofadz)
2. Contoh yang fi'liyah juga تَتَبَسَّمُ (rofa') ini saya paham masalahnya adalah Hal itu katanya harus Nasob, bagaimana dengan syarat-syarat Hal
Terimakasih
Tambahan Miens:
1. Surat Yusun aya 15 bukan 25
2. Surat al Jasiyat ayat 13 kata Jami'an itu bukanya Taukid? nah baru kata setelahnya yaitu lafadz minhu adalah Hal,tolong di periksa
Terima kasih kang ridwan masukannya, saya sangat senang...
Untuk
1. نَاوٍ itu isim fa'il yang diperlakukan seperti fi'ilnya maka kata رِحْلَةً sama seperti maf'ul bih (dalam alfiyyah dibahas dalam bab i'maalu ismil faa'il)
2. Pada contoh تَتَبَسَّمُ itu adalah hal, yang terdiri dari jumlah fi'liyyah. Sedangkan syarat-syarat hal yang diterangkan adalah jika hal itu terbuat dari isim
Oh, iya kang, saya keliru liat tafsirnya
Terima kasih banyak kang atas koreksinya. Jangan sungkan-sungkan jika ada kesalahan, koreksi saja...
Semoga jadi amal ibadah kang...
:)
Alhamdulillah, barakallahu akhy
Alhamdulillah
Alhamdulillah, terima kasih, jazakallahu, bolehkah kami dapatkan alamat email tuk diskusi/nanya lanjutan?
Aamiin yaa rabb
Via wa saja kang: 081291035466
Sangat bermanfaat, semoga jadi amal jariyah
574BA
amicleaR